Jumat, 24 April 2009

BUNDA...LEBIH DARI SEKEDAR SEKDJEN

Satu kalimat yang paling tepat untuk mengawali tulisan kali ini adalah..."Betapa tidak mudahnya menjadi orangtua."Dulu saya menikmati peran sebagai anak pertama biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang sifatnya istimewa. Tapi sejak saya berada di BEM, memegang amanah sebagai Kadiv barulah saya paham betapa sulitnya menjadi anak pertama, menjadi seseorang yang dituakan.
Posisi Kadivyang membawahi beberapa staff, tidaklah mudah. Apalagi di sini saya tidak memposisikan diri sebagai seorang bos yang bisa memerintah anak buah seenaknya.Belum lagi posisi sebagai staff dari seorang Ketua, masih ada amanah lain yang harus dipegang, amanah jaringan, amanah di media lain, fiuh.....capek
Kadang merasa begitu lelah, tapi ternyata kesibukan ini takan pernah bisa lepas dari hidup saya. Karena apa, saat saya sedang tidak sibuk, saya sangat merindukan masa-masa sibuk. Akhirnya saya jadi berpikir planning-planning apa yang harus dilakukan, apalagi saat mendengar kuliah dosen kemarin jadi berpikir "How to get the money", soalnya selama ini saya selalu berpikir " How to spend the money."Ga kreatif banget ya....
Sudah merasa lelah di organisasi dan kuliah, masih aja ada hal lain yang perlu dipikirkan. Ada suatu hal yang tak pernah bisa saya lupakan, hari itu saya raker, mau presentasi proker...eh tiba-tiba handphone saya bunyi. Ada yang telpon, siapa dia? My luphly brother, ngapain?....Nyanyi....lagu yang dia baru hafal. Di saat menit-menit yang menegangkan begini, malah heboh bernyanyi lagu baru. Sungguh bukanlah sebuah sikon yang tepat. Tapi mau gimana lagi namanya juga anak kecil. Yang ada di pikiran dia hanyalah, berbagi entah berbagi senang atau sedih tanpa memperhatikan orang lain apakah kakaknya sibuk atau tidak ? Apakah bundanya capek atau tidak?

Jadi ingat sebulan yang lalu, waktu saya pulang ke rumah. Saya mengatakan pada bunda, keluarga itu seperti sebuah organisasi. Ayah saya Ketua, Ibu saya Sekjend. Tapi sekarang saya tidak berani untuk mengeluarkan teorema itu lagi. Entah mengapa ketika saya menghadapi semua persoalan saat ini, saya jadi membayangkan amanah seperti apa yang akan saya terima jika saya sudah jadi istri orang, juga seorang ibu bagi anak-anak.

Peran ibu dan istri memang sangat besar, lebih dari sekedar sekdjen. Ketika kita menyanggupi untuk memegang peranan itu ada setumpuk amanah yang diembankan di pundak kita. Saya pernah membaca suatu tulisan dalam buku Anis Matta yang judulnya " Mencari Pahlawan Indonesia ",

Ada kata-kata,

" Tulang-tulang berserakan itu. Apakah makna yang kita berikan kepada mereka? Ataukah tak lagi ada wanita di negeri ini yang mampu melahirkan pahlawan?"

Kata-kata yang sangat menyodok ulu hati, begitu besar tanggung jawab kita nanti.Melahirkan seorang pahlawan, bukanlah suatu hal yan mudah. Seorang pahlawan seperti seorang pemimpin, dia tidak dilahirkan dalam waktu semalam, tapi dibentuk ditempa dalam waktu yang tidak singkat tentunya. Dan proses itu akan sangat menyakitkan, baik bagi si pahlawan maupun penempanya.
Saat nanti menjadi ibu, menempa anak-anaknya, mengajarkan padanya bagaimana membedakan mana yang salah mana yang benar, bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan kesabaran, optimis, berani mengalahkan tantangan, strategi bagaimana mendidiknya,
Ada suatu hal yang lucu, kemarin ada teman yang dirawat di rumah sakit. Selama ini saya menegnalnya sebagai sosok yang paling "ngemong", untuk kalangan 2007....maksudnya dibanding anak-anak 2007 yang lain, ketika beliau sakit, dan bundanya di sampingnya, 180 derajat, seolah-olah saya tak melihat orang yang biasa saya lihat setiap harinya.
Sosok bunda...dia harus mampu menyesuaikan keadaan, menyesuaikan posisinya. Jika di dalam organisasi ada sekdjen yang mengupgrade kemampuan staff dan mendengarkan keluh kesahnya, mungkin bunda pantas disebut sekdjen. Tapi bunda juga pantas disebut bendahara, beliau yang mengatur berapa uang jajan kita, berapa tagihan listrik yang harus dibayar, berapa pengeluaran per hari untuk makan, kapan dia membeli baju untuk anak-anaknya. Terkadang saya juga melihat bunda, bak sekeretris, beliau selalu ingat, kapan anak-anaknya ulang tahun, membagi-bagi tugas rumah untuik dikerjakan, meminta kita untuk selalu membersihkan kamar jika ruangannya sudah kotor, mengarsip akta kelahiran, raport, dan foto-foto kita sejak masih bayi. Bunda layak disebut Kadept Ristek, beliaulah yang memberi kita pelajaran yang pertama, belajar untuk mengarungi sebuah dunia. Bunda, orang yang paling telaten mengajar kita membaca saat masih SD kelas 1 sehingga kita bisa menikmati dan menggenggam dunia dengan ilmu yang kita serap dari baca buku.
Bunda pantas disebut kadept kastrat, beliau mengajarkan kepada kita mengeluarkan pendapat, berdiskusi, menanggapi, menganalisa dan menyiapkan strategi apa yang harus dilakukan, solusi apa yang tepat terhadap masalah yang kita hadapi. Sekali lagi bunda pun pantas di panggil Kadept PSDM, beliaulah yang selalu menyemangati kita di saat lelah, di saat jenuh, saat kita merasa bahwa harapan itu sudah sirna.
Bunda pulalah yang mengajarkan kita untuk peduli dengan sekitar, berbagi dengan sesama, seperti seorang kadept sosial, bunda...bunda...beliaulah yang mengadvokasi kita,jika kita salah bunda akan menegur, tapi jika benar dan terdzolimi, bunda akan membela kita dengan segala kemampuannya.
Namun ada satu hal yang membedakan bunda dengan perangkat organisasi, jika sebuah organisasi melibatkan kita melalui open recruitment, bunda menghadirkan kita kedunia dengan cara yang berbeda, tak ada open recruitment, bundalah yang melahirkan kita,melalui proses yang lama, dan pasti menyakitkan. Belum proses membesarkan kita. Kemarin ketika di rumah sakit saya iseng-iseng melongok ke kamar bayi, 5 bayi mungil berjajar rapi, lucu, imut, tapi kita tak akan pernah tahu apakah nanti jika dewasa bayi itu seperti apa, akankah dia menjadi orang yang bermanfaat? Ataukah ia akan menjadi orang yang justru membuat kerusakan? Sekali lagi peran bunda amat sangat dibutuhkan, tentu saja dengan kerja sama yang bagus dengan ayah. Tapi sejak saat itu pula, saya tak akan pernah menganggap bunda sekdjen, karena peran bunda ternyata jauh lebih berat daripada sekdjen.

Tidak ada komentar: