Rabu, 13 Januari 2010

MENJADI DEWASA ITU BAHAGIA

Beberapa hari yang lalu ada seorang adik tingkat yang protes terus ke saya. Dan yang sedikit tidak mengenakan dia protes sebelum menanyakan ke saya, mengapa saya tidak melakukan hal yang dia inginkan, tetapi langsung menyalahkan, dan memojokan saya, bahsa kerennya menghujat. Setelah ngobrol, mendengarkan semua hujatannya dan memberikan jawaban dan penjelasan, sambil meringis malu,"maaf, mbak ini proses saya menuju dewasa"

Saya hanya tersenyum, sadar bahwa kemarin mungkin saja saya melakukan hal yang sama. Memprotes ke orang-orang yang dianggap lebih dewasa dengan membesar-besarkan,"orang dewasa harusnya lebih paham". Meskipun justru setelah sekian lama termenung saya sadar, saya yang tidak pernah mencoba memahami bagaimana cara mereka memahami saya.Kemarin saya berpikir dewasa itu jarang ada bahagianya. Tapi....

Selama ini saya selalu berpikir, masa paling bahagia, masa paling menyenangkan adalah masa kanak-kanak atau setidaknya masa remaja yang masih bisa dianggap masa kekanak-kanakan. Bagaimana saya berpikir masa-masa itu tidak indah. Saya tidak punya pikiran-pikiran yang membuat otak saya ruwet, segala sesuatu yang saya rancang dalam jalinan syaraf-syaraf otak saya hanyalah sesuatu yang simple. 

Dulu ketika saya masih berusia 5 tahunan, setiap bangun pagi, yang saya pikirkan adalah berangkat ke sekolah, mandi dulu, kalau masih kedinginan, minta air panas, dan bunda pasti akan menyanggupinya. Dulu yang saya tahu, saya berangkat ada sarapan pagi yang sudah siap dan  semua tinggal santap, ada ayah dengan beberapa lembar rupiah di tangannya untuk uang jajan hari ini siap masuk ke kantong baju seragam ber emblem SD. Yah....semuanya sepertinya biasa saja. Gampang-gampang saja. 

Dulu saya masuk ke dalam kelas, dengan PR yang sudah siap dikerjakan, materi pelajaran anak SD yang tidak susah-susah amat, nilai Seratus siap dicetak di lembar buku tulis saya, teman-teman yang menyenangkan, jarang anak-anak di kelas mengganggu saya, paling masalah besar saya dulu adalah, jam istirahat saya yang kacau gara-gara kakak kelas saya yang menyebalkan, jahil dan suka nakalin. Selebihnya...sekolah adalah tempat yang menyenangkan. Sekolah adalah tempat dimana saya selalu menerima raport dengan posisi 3 besar. Sekolah adalah tempat dimana saya mengantarkan penghargaan-penghargaan penguykir prestasi.

Pulang dari sekolah, saya punya banyak waktu untuk nonton TV, main, baca majalah yang di langgan oleh ibu saya. Masih ingat sekali Majalah Bobo yang selalu terbit setiap Kamis. Ya...kalau dipikir saya benar-benar hidup di dunia sebagai "aku" bukan "kita". Yang saya pikirkan adalah "aku", entah "aku senang", "aku sedih", "aku marah", tanpa berpikir kondisi "kamu" "dia" mereka","kalian" yang penting "aku untung"urusan subjek lainnya terserah Anda. Masalah saya waktu SD hanyalah guru matematika yang galak, celoteh teman-teman saya yang memperolok karena saya anak tunggal, dikata-katain manja, sakit-sakitan dan bermusuhan dengan dokter yang hobbynya nyuntik " ga bilang-bilang. Waktu itu saya tak pernah berpikir, dari manakah uang yang diperoleh ayah saya untuk bayar sekolah, bayar uang jajan, bayar langganan majalah Bobo yang selalu datang tepat waktu, saya tidak pernah berpikir, jam berapa ibu saya bangun menyiapkan sarapan pagi, bagaimana mengatur menu makanan yang bergizi, dan saya tak pernah berpikir apakah selamanya teman-teman sekelas saya selalu baik.

Masuk SMP, saya pindah rumah. Masalah saya, saya kehilangan teman-teman masa kecil, saya kehilangan lingkungan yang Islami, tetangga-tetangga saya aneh. Kerjaannya tiap hari nge-gosip. Saya jalan kaki lupa ga nyapa di gosipin, dapat nilai bagus di sekolah pun juga di gosipin, yang"pasti cuma nyontek lah, inilah itulah...., masyarakat tempat saya tinggal masyarakat oposan. Mereka merasa berhak mengatur hidup saya, dari dimana saya harus sekolah, dan siapa orang yang seharusnya menjadi pacar saya. Ya...karena waktu itu saya mulai beranjak ABG. Dan ga ada aturan Islam yang dipahamkan dan diajarkan ke otak saya, sehingga menjerumuskan saya ke jalan jahiliyah ini.

Tapi sesadis-sadisnya perlakuan "oknum-oknum" yang menyebalkan, saya punya hal-hal yang bahagia. Menurut beberapa orang hal-hal yang membahagiakan saya waktu itu, Saya masuk SMP yang kata tetangga-tetangga saya keren npadahal menurut ukuran saya SMP saya "ecek-ecek". Apalgi waktu itu NEM yang saya punya amat sangat cukup untuk menembus SMP yang lebih Te_O_Pe menurut ukuran saya. Hanya alasan yang dekat rumah, saya masih orang baru belum ngerti jalan. Akhirnya saya nurut.

Saya punya gank yang bersaing dengan gank lain, dan walaupun pernah kalah tapi saya pernah menang. Main labrak-labrakan yang menjijikan seperti di sinetron pun pernah saya lakukan. Itulah kebahagiaan saya, menjadi Queen of the gank.Menjadi yang paling dominan.

Saya aktif di ekstra kurikuler KIR, punya penelitian untuk pertama kali, dan menjadi satu-satunya anak se angkatan yang punya karya tulis.

Saya punya teman dekat laki-laki, kata semua orang di SMP saya. Dia pacar saya. Kata saya, "dia teman" Kami ga pernah bilang cinta dan ga pernah putus, tapi perilaku kami memang mirip dengan oirang pacaran.Dia orang beken, pintar dan mukanya ga jelek-jelek amat. Dan semua mata anak-anak perempuan se-angkatan dan adik kelas, memandang iri dengan saya. Iri untuk sesuatu hal yang sebenarnya saya ga bahagia. Karena di tengah kepura-puraan itu jauh dilauubuk hati saya, saya suka dengan orang lain dan menurut saya dia lebih hebat. Tapi dia sangat baik, menolong saya, memberi alasan untuk menolak"tembakan" kakak kelas saya yang menurut saya ga ada yang bener. Karena kakak-kakak kelas saya yang najong-najong itu jadi berhenti memaksa untuk bertamu ke rumah setiap saya bilang, " si X udah mau main","saya ga bisa pacaran sama kakak, kan ada X" jijik banget deh....Selain itu saya juga numpang tenar, karena meskipun saya punya segudang prestasi si akademik yang bagus tidak menaikan pamor. Yang menaikan pamor adalah "Mbak Pu pacarnya Mas X". Mungkin karena saya yang terlihat bego-bego aja, anti mode dan ga cantik, rambutnya ga bau rebonding,ga bau  toning, apalagi bau kriting koq bisa-bisanya mendampingi seorang X selama 3 tahun penuh di SMP eh salah 2 tahun. 

Tulisan saya selalu nangkring di Mading sekolah dan menjadi The best of....mengundang kontroversi, karena saya mencaci maki fasilitas sekolah saya yang menurut saya ga layak, guru-guru SMP saya yang ga mutu, kurang wawasan dan ga bisa menjawab pertanyaan yang saya ajukan, jam pelajaran yang banyak kosongnya, siswa-siswa yang hobbynya nongkrong di kantin bolos sekolah, pacaran yang ga sehat di dalam kelas, dan mencontek dan memalak uang jajan, pakai sepatu putih, cuma pakai item kalau upacara doang.....hufff saya terlalu idealis dan disiplin.

Saya punya adik, untuk sementara saya menikmati udara kebebasan...

Masuk SMA, hal-hal yang membahagiakan saya...

Diterima di sekolah yang saya inginkan, bukan yang diinginkan tetangga. Waktu itu saya merasa saya berhasil memenangkan pertempuran. Saya hebat, berhasil melawan argumen ratusan penduduk di sekitar saya yang menyaran kan untuk masuk ke sekolah terdekat dengan alasan kemungkinan saya untuk memeproleh beasiswa lebih banyak. Dan dengan sotoynya saya menjawab, "saya ga cari beasiswa, saya cari kemajuan, saya pengen maju, makanya saya mau ngumpul dengan orang-orang yang mau berpikir maju bukan denga orang -orang terbelakang, bukan dengan guru-guru yang ga punya semangat mendidik" Sok banget ya saya ini...hehehe.

Saya punya teman-teman yang cerdas, dan menuntut saya untuk menjadi lebih baik.

Saya punya KIR Dimensi, ekstra kurikuler yang mengantarkan saya menjadi seorang gila riset, karya ilmiah saya naik, ga cuma satu dan meskipun berkelompok tapi tema yang kami angkat lebih keren daripada waktu SMP. Kejuaraanya pun lebih bergengsi. Saya punya banyak jadwal penelitian yang ujung-ujungnya tour bareng.

Saya punya guru-guru yang hebat, berwawasan luas, saya tidak punya jam kosong, kantin saya bersih ga ada anak yang mau nongkrong kalaupu mau, amat sangat jarang dan langsung kena semprot BP.

Saya nekat ikutan jalan-jalan ke Bali dan melewatkan ajang olimpiade sains yang harus saya ikuti.

Dan yang saya anggap tidak membahagiakan:

Saya harus kost, karena jadwal sekolah terlalu padat., sedangkan "Insert Lokal" di tempat saya tinggal sudah meyebarkan gossip saya pulang sampai malam gara-gara saya pacaran mulu di "plaza ( sebuah tempat maksiat di tempat saya tinggal yang sudah amat terkenal).

Saya harus mengatur uang jajan untuk 1 bulan padahal teman-teman saya masih mingguan.

Saya punya teman kost yang ukhti-ikhti dan menurut saya terlalu bawel kalau nyeramahin saya tentang adab pergaulan.

Saya anti Rohis...karena anak Rohis menurut saya meyebalkan...

Saya masuk ke kelas unggulan, dan membuat saya hampir gila karena persaingan di kelas saya membuat saya sesak napas.

Saya dipanggil untuk ikut seleksi siswa teladan, padahal saya mulai menikmati indahnya bolos, telat, merayu satpam, ga ikut upacara hari seninn, bolos pelajaran sejarah karena bikin ngantuk,membohongi guru BP, dan lain sebagainya. Yang pasti jika saya diseleksi saya ga bisa lagi melakukan hal bodoh itu.

Saya kejaring tim Olimpiade sekolah, dan menghabiskan waktu libur dengan menelan suplemen kimia yang aneh bin ajaib yang membuat kepala saya pusing, sedangkan teman-teman saya bebas liburan kemana saja. 

Tapi pernahkah saya berpikir semua hal itu menjadi membahagiakan sekarang...semua hal, entah hal yang sebelumnya memang membuat saya bahagia, maupun hal hal yang dulunya menyebalkan.

Ya...kebahagiaan saya adalah say sukses melalui masa-masa itu dan bisa mnerima skenario Allah yang luar biasa Indah ini. Dan sekarang saya pun menghadapi masalah yang jauh lebih pelik dari itu. Tapi di satu sisi saya bisa mendengarkan dan memberi solusi dengan teman-teman yang mengalami maslah yang sudah saya alami beberapa tahun yang lalu. Ya saya bahagia saya menjadi dewasa.

Selasa, 12 Januari 2010

JANUARI

Januari, semua orang tahu dia adalah bulan yang menjadi pembuka di awal tahun masehi. Januari telah menjadikan dirinya sebagai starting, awalan, awalan yang penuh dengan semangat menggebu asa dan pengharapan bagi kebanyakan orang untuk menjadi lebih baik.

Jujur bagi saya untuk menjadi lebih baik, tak perlu menunggu Januari, namun ternyata tanpa saya sadari, saya pun kadang memulai sesuatu dengan parameter Januari.

Seperti hari ini, saya melihat bulan Januari 2010 di blog saya masih kosong, sama sekali belum menulis, iseng saya flash back. Ada apa di bulan Januari 2009 kemarin.Apakah sekarang saya jauh lebih baik daripada Januari kemarin?

Januari 2009

Saya sibuk menulis tentang adegan bongkar kamar lantaran mau ujian, ketiduran ga ikut aksi palestina, dan kesedihan saya saat melihat pesta kembang api di Jogja karena di belahan lain ada bombardir besar-besaran oleh Israel.

Saya menuliskan tentang resolusi-resolusi saya setahun ke depan, IP harus naik, dan lain sebagainya.

Saya menulis tentang kepenatan di BEM karena harus belajar sambil bikin proker.

Saya menulis tentang perlengkapan P3K yang harus saya persiapkan karena saya jadi koord. P3K untuk pertama kalinya.

Saya menulis tentang pelantikan obama

Saya menulis tentang kesal saya terhadap seseorang.

Akhir Desember 2009

Saya tidak bongkar kamar, karena sibuk kuliah tambahan, persipan mau ujian, dan rapat terus setiap hari. Insya Allah bongkar dan beresin kamar bakal saya jalankan tengah bulan ini.

Saya tidak ikut aksi, tidak menyisihkan uang untuk Palestina. Astaghfirullah apa bedanya dengan tahun kemarin....

Saya nonton pesta kembang api, tapi hampa....

Saya kesepian...

Saya pengen pulang, tapi keadaan memaksa saya untuk tidak pulang...

Dan di loteng tengah malam, sesak napas karena kedinginan....lalu turun, tidur dan bangun pagi tak sabar untuk menjejakan kaki di istana ayah bunda.

Saya menuliskan resolusi, tapi kali ini saya melibatkan orang lain. Untuk pertama kalinya, saya menuylis berbagai rencana, menulis jadwal sambil bertanya,

"Wan, saya boleh KKN?"

"Wan, saya boleh PKL?"

"Wan, saya boleh tetap jadi partimer di Taman Pintar kan?"

"Wan, saya mau punya proyek bla..bla..bla...?"

Dan..

Ada yang dijawab,

"Boleh..."  ada yang "Boleh tapi..." ada juga yang "pokoknya ga boleh, ga bisa diganggu gugat"

Untuk pertama kalinya saya tak seegois biasanya.

Hari ini saya sudah tidak mengeluhkan kepala yang penat karena tabrakan dengan amanah. Yeah...semua baik-baik saja jika kita mempersiapkannya. Renstra, dekanat, cari muka demi dana bisa turun lancar, perhatian dengan adik-adiknya...yah...semua jauh lebih berat daripada mikir proker saat ujian.

Dan sekarang saya sedang belajar untuk tidak kesal dengan banyak orang, mereka semua sayang tapi tidak tahu cara menyayangi kita seperti apa. Semangat, menyambut keluarga Sinergis KOntributif